Wednesday, August 26, 2015
Mbah fanani (Penunggu Misterius Dieng)
Menurut keterangan dari mas Nanang (putranya Kyai Abdul Ghofir, Bumen, Wonosobo), beliau masih keluarga dari Istrinya Sayyid Hasan Al Ba'bud/Wan Hasan Bulus Purworejo, yang mana, tempat asal beliau Cirebon. Istrinya Wan Hasan masih dari garis keturusan Syarifah, artinya Mbah Kyai Fanani merupakan seorang sayyid dan atau Habib. Dulu pernah di dibujuk untuk kembali ke Cirebon oleh istri dan keluarganya. Namun Mbah Kyai Fanani menolak tanpa alasan. Kemudian merebak sebuah mitos di masyarakat Wonosobo terkait alasan penolakan tersebut., Pertama, alasan dia menolak untuk kembali ke Cirebon dikarenakan tempat paling tinggi dan strategis di jawa tengah adalah Wonosobo, sehingga untuk melakukan 'uzlah dan riyadhoh menjadi lebih hikmad tanpa adanya gangguan. Kedua, Mbah Kyai Fanani, hanya akan pulang (atau turun) apabila wonosobo sudah menjadi lautan. Dulu Mbah Kyai Fanani mampu berinteraksi lisan dengan para pengunjung yang sowan dengannya. Namun sekarang tidak mau mengeluarkan sepatah katapun, bahkan untuk menganggukkan kepalanya saja jarang. Menurut penuturan juru kuncinya (saya lupa namanya), "ketika hendak berinteraksi dengan Mbah Kyai tidak usah bersuara, cukup dengan menyebutkan di dalam hati saja. Mbah Kyai sudah mengetahui dan maksudnya, dan niat yang disebutkan dalam hati diusahakan yang baik-baik saja".
Mbah Kyai Fanani sendiri datang ke wonosobo pada tahun 70an-80an. Beliau pertama kali tiba di Wonosobo, langsung menuju sebuah desa yang tepat di lereng gunung. Desa Tieng, menjadi tempat beliau sampai akhir tahun 2011. Tempat tinggal beliau di sebuah Goa, tepat diujung desa Tieng. Tahun 2011 menjadi tahun terakhir beliau tinggal di goa desa Tieng. Desa Tieng dilanda bencana tanah longsor yang dahsyat, sebagian warganya bahkan menjadi korban. Kabar berita duka tersebut, sebenarnya sudah diberitahu oleh Mbah Kyai, sehari sebelum kejadian Mbah Kyai berbicara kepada salah satu masyarakat Tieng, bahwa :"Besok sore akan terjadi bencana longsor di sekitar sini". Namun orang tersebut menghiraukan imbauan Mbah Kyai, bahkan Mbah Kyai sampai diusir dari tempat tersebut. Alasannya karena beliau dianggap mengada-ada. Padahal ucapannya merupakan Ilham dari Sang Kuasa. Akhirnya Mbah Kyai pindah kedataran yang lebih tinggi, yaitu desa Dieng. Namun sebelum menetap di Dieng seperti sekarang ini, beliau sempat singgah di Gardu Pandang (tempat untuk melihat alam wonosobo), Goa pinggir jalan, atau bahkan ada yang mengatakan di Parikesit. Setelah itu, barulah Mbah Kyai menuju ke Dieng untuk menetap. Dieng merupakan tempat yang pada abad ke-7-9 menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Mataram Kuno. Dieng disebut sebagai Pingkalingganing Buwana (Poros Dunia), tempat dimana para kaum Brahmin dari India datang untuk bersemedi, bersatu dengan alam, sampai tempat untuk Moksa (kelepasan duniawi). Mbah Kyai Fanani, sebagai simbol orang suci yang mempunyai ketajaman hati dan pikiran. Manunggal dengan alam semesta, mengabdi pada yang kuasa, dengan meninggalkan berbagai macam kehidupan dunia yang menipu. Amiien. Waallhu a'lam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment